Pokok Ajaran Al-Qur'an

POKOK AJARAN AL-QUR’AN
BAB I
PENDAHULUAN
  • Latar Belakang
            Al-qur’an merupakan pokok aturan kehidupan bagi manusia, di dalamnya terdapat ilmu pengetahuan yang sekaligus berfungsi sebagai undang-undang syari’at Allah. Al-qur’an mempunyai kedudukan lebih tinggi dari semua kitab Allah yang telah diwahyukan pada Nabi-nabi sesudah Nabi Muhammad dan sekaligus sebagai tanda bahwa Allah telah menyempurnakan dan mengakhiri turunnya wahyu. Maka, tidak benar adanya apabila ada pernyataan bahwa akan ada nabi sesudah Nabi Muhammad.
            Dalam proses mengkaji untuk memahami pokok Al-qur’an tentunya kita tidak bisa menafikan akan peranan karunia tuhan yang berupa system sensori-motori kita, sehingga menimbulkan suatu kesadaran yang menyebabkan kita di sayang oleh Allah, hal ini juga telah di firmankan Allah dalam surat al-anfal ayat 204:

وَاِذَا قُرِئَ اْلقُرْآنُ فَاسْتَمِعُ لَهُ وَ اَنْصِتُ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
“ dan ketika Al-qur’an dibaca maka dengarkanlah dan diamlah semoga kalian tergolong orang yang disayangi”
            Peranan pendidikan tentang pokok ajaran Al-qur’an tidak lain supaya tertanam keimanan pada diri pribadi orang muslim, harapan untuk melestarikan keyakinan keislamanlah yang menjadi dorongan agar terus menumbuhkan generasi pendidik yang mampu menanamkan pokok ajaran Al-qur’an hingga sekarang. Namun, semua itu tentunya juga tidak terlepas dari kekuasaan Allah  yang selalu menjaga kitab-Nya “Al-qur’an. Dalam salah satu firmannya disebutkan

sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (didadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami telah selesai membacakannya,maka ikutilah bacaannya itu”.(al-qiyamah:17-18)
A.     Pengertian Al-qur’an
1.      pengertian menurut bahasa
menurut bahasa Al-qur’an adalah bentuk masdar dari kata qaraa yang berarti bacaan. Paling tidak, ada lima pendapat yang menerangkan pengertian Al-qur’an menurut bahasa ini, yakni:
a)      Al-Lihyani (wafat 335 H.) dan kebanyakan ulama mengatakan bahwa kata Al-qur’an itu adalah lafal masdar yang semakna dengan lafal qiraa’atan, ikut wazan fu’lana yang diambil dari lafal: qara’a – yaqra’u – qiraa’atan  dan seperti lafal: Syakara – syukraana dan ghafara – ghufraana dengan arti kumpul menjadi satu. Sebab, huruf-huruf dan lafal-lafal ada adalah kalimat-kalimat yang terkumpul menjadi satu dalam mushaf. Dengan demikian, kata Qur’an berupa mahmuz yang hamzahnya asli dan “nun”nya ziyadah (tambahan).[1]
b)      Az-Zujaj (wafat 311) mengatakan, bahwa lafal al-qur’an itu berupa isim sifat, ikut wazan fu’lan, yang diambil dari kata: Al-qar’u yang berarti kumpulan juga. Sebab, semua ayat, surah, hukum-hukum, dan kisah-kisah Al-qur’an itu menjadi satu.[2]
c)      Abu Musa Al-Asy’ary (wafat 324 H) mengatakan, bahwa lafal quran itu adalah isim musytaq yang mengikuti wazan fu’lan, yang diambil dari kata al-qarnu seperti dalam kalimat: Qarantu Asy-Sya’ia bis sya’i, yang berarti “ saya mengumpulkan sesuatu pada sesuatu yang lain.”  Jadi, menurut pendapat ini, lafal Qur’an itu bukan isim mahmuz, namun, berupa isim Musytaq, sehingga “nun”nya asli,sedangkan hamzahnya zaydah.[3]
d)      Al-Farra’ (wafat 207 H) mengatakan, bahwa kata al-quran itu berupa isim musytaq yang mengikuti wazan fu’lan, diambil dari lafal Al-Qara’in, betuk jamak dari kata qarinah yang berarti bukti. Kitab al-qur’an dinamakan demikian, karena sebagiannya membuktikan kebenaran yang lain. Jadi, menurut pendapat ini, lafal quran juga bukan isim mahmuz, sehingga hamzahnya zaidah dan “nun”nya yang asli.[4]
e)      Imam As-Syafi’i (wafat 204 H) berpendapat, bahwa lafal qur’an itu bukan isim musytaq yang diambil dari kata yang lain, melainkan isim murtajal, yaitu isim yang sejak awalnya diciptakan sudah berupa isim alam (nama), yaitu nama dari kitab Allah SWT, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan selalu disertai dengan alif lam atau “AL”. Jadi, bukan isim mahmuz dan bukan isim musytaq, serta tidak pernah lepas dari “al”.[5]
2.      pengertian menurut istilah
menurut istilah, al-qur’an itu mempunyai arti sebagai berikut:
a)      Para ahli ilmu kalam (teologi islam) berpendapat, al-qur’an adalah kalimat-kalimat yang maha bijaksana yang azali, tersusun dari huruf-huruf lafdhiyah, dzhiniyah, ruhiyah. Atau al-qur’an itu adalah lafal yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW mulai dari awal surah al-fatihah sampai dengan surah an-nass, yang mempunyai keistimewaan-keistimewaan yang terlepas dari sifat-sifat kebendaan dan azali.[6]
b)      Para ulama ushuliyyin, fuqaha dan ulama ahli bahasa berpendapat, bahwa Al-qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW mulai awal dari surah al-fatihah sampai akhir surah an-nas. Diantaranya ada yang memberikan definisi al-qur’an dengan singkat dan padat, yaitu hanya dengan menyebutkan satu atau dua identitas saja, seperti:
القُرْانُ هُوَ الكََلاَمُ اْلمَنْزَّلُ عَلَى الَّنِبى
“Al-qur’an adalah lafal yang diturunkan kepada Nabi”
Dan  
القُرْآنُ هُوَ اْللَفْظُ الْمُنَزَّلُ عَلَى ِمنْ اَوَّلِ الفَاتِحَةِ اِلَى سُوْرَةِ الَّناِس
“Al-qur’an adalah lafal yang diurunkan kepada Nabi dari awal surah Al-Fatihah sampai surah An-Nas.”
Dr. A. Yusuf Al-qasim memberikan definisi al-qur’an secara panjang lebar dengan menyebutkan identitasnya:
القُرْآنُ هُوَ الكَلاَم المُعْجِزُ المُنَزَّلُ عَلَى النَّبِى الَمكْتُوْبِ فِىْ المَصَاحِفِ المَنْقُوْلِ بِالتَّوَاتِرِ المُتَعَبَّدُ بِتِلاَوَتِهِ
” Al-qur’an ialah kalam mu’jiz yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW yang tertulis dalam mushaf yang diriwayatkan dengan mutawatir, membacanya adalah ibadah.” [7]
B.     Membuktikan keotentikan al-qur’an ditinjau dari redaksi kemukjizatan
Allah memberikan mukjizat pada setiap Rasul-Nya, sebagai sarana penunjang kesuksesan misi yang diberikan Allah. Al-qur’an merupakan mukjizat yang paling terbesar, ia adalah maha karya yang tidak bisa ditandingi walaupun para penyair berkumpul menjadi satu. Al-qur’an dimukjizatkan kepada orang yang terpilih dari sekian nabi dan rasul, beliau adalah Nabi Muhammad SAW. Salah satu kemukjizatan Al-qur’an berupa tidak dapat ditiru dan ditandingi siapapun, hal itu berlaku sampai kapanpun dan untuk semua umat manusia dan jin. Allah SWT berfirman:
Artinya :katakanlah,”sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa (dengan) Al-qur’an ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain.”                      (Q.S.Al-Isra’/17:88)[8]
1.      Al-Qur’an kitab yang Universal
Al-quran tidak hanya menghususkan kepada bangsa tertentu saja,seperti halnya bangsa Arab atau kelompok tertentu,seperti kaum muslimin. Akan tetapi, ia berbicara kepada seluruh manusia, bukan hanya menyebutkan ya  aiyuha al-ladzi na amanu , namun, juga disebutkan ya aiyuha an-nas. Al-Qur’an memberikan hujjah kepada mereka dan mengajak untuk menerima ajaran-ajarannya. Al-Qur’an menyeru kepada semua penghuni alam tanpa membedakan status dan golongan, sebagaimana firman Allah SAW dalam surah Saad ayat 87.
Artinya:
(Al-Qur’an) ini tidak lain hanyalah peringatan bagi seluruh alam. (Q.S.Saad/36:87)
Berdasarkan kenyataan sejarah, kita mengetahui banyak penyembah berhala, orang nasrani, yahudi dan orang-orang dari bangsa non-arab yang memenuhi panggilan islam. Islam merupakan agama samawi yang sangat relevan dengan fitra manusia. Hal 9 [9]
2.      Al-Qur’an kitab yang sempurna
Al-Qur’an memuat dan menerangkan tujuan utama umat manusia dengan bukti-bukti kuat dan sempurna. Tujuan ini akan dapat dicapai dengan pandangan realistik terhadap alam dan dengan melaksanakan pokok-pokok akhlak serta hukum-hukum perbuatan. Al-Qur’an diturunkan untuk menyempurnakan ajaran-ajaran kitab terdahulu, sebagaimana disebutkan dalam surah al maidah ayat 48.
Artinya:
Dan kami telah menurunkan kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenara, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya………(Q.S.Al-Maidah/5:48)[10]
3.      Al-Qur’an kitab yang abadi
Al-Qur’an adalah sebuah kitab yang abadi sepanjang masa. Suatu perkataan yang sepenuhnya benar dan sempurna maka tidak mungkin ia terbatas oleh zaman. Al-Qur’an telah menegaskan kesempurnaan perkataannya.
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari Al-Qur’an ketika (Al-Quran) itu disampaikan kepada mereka (mereka itu pasti akan celaka), dan sesungguhnya (Al-Qur’an) itu adalah Kitab yang mulia, (yang) idak didatangi oleh kebatilan, baik dari depan maupun dari belakang (pada masa lalu yang akan datang), yang diturunkan dari tuhan yang maha bijaksana lagi maha terpuji.(Q.S. Fussilat/41:42)[11]
4.      Al-Qur’an mengandung kebenaran
Al-Qur’an menjadi bukti kebenaran Nabi Muhammad. Bukti kebenaran tersebut dikemukakan dalam bentuk tantangan yang sifat bertahap.
a)      Al-qur’an menantang siapa pun yang meragukannya untuk menyusun semacam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman sebagai berikut.
Artinya
Maka cobalah mereka membuat yang semisal dengannya (Al-Qur’an) jika mereka orang-orang yang benar.(Q.S.At-tur/52:34)
b)      Al-Qur’an menantang mereka yang meragukannya untuk menyusun sepuluh surah semacam Al-Qur’an
Artinya
Bahkan, mereka mengatakan,”Dia(Muhammad) telah membuat-buat Al-Qur’an itu.” Katakannlah, (kalau demikian),datangkanlah sepuluh surah semisal denganya( Al-Qur’an) yang dibuat-buat dan ajaklah siapa saja diantara kamu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.(Q.S.Hud/11:13)
c)      Al-Qur’an menantang mereka yang meragukannya untuk menyusun satu surah saja semacam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman :
Artinya
Apakah pantas mereka mengatakan,”Dia (Muahammad)yang telah membuat-buatnya?”katakanlah, “buatlah sebuah surah yang semisal dengan surah (Al-qur’an) dan ajaklah siapa saja diantara kamu orang yang mampu (membuatnya) selain Allah,jika kamu orang-orang yang benar.”(Q.S.Yunus/10:38)  
d)      Al-Qur’an menantang mereka yang meragukannya untuk menyusun Sesuatu seperti atau lebih kurang sama dengan satu surah dari Al-Qur’an. Allah berfirman sebagai berikut.
Artinya
Dan jika kamu meragukan (Al-Qur’an) yang kami turunkan kepada hamba kami (Muhammad),maka buatlah satu surah semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.(Q.S.Al-Baqarah/2:23)[12]
C.     Otentikan redaksi sejarah
Ketika Rasulullah wafat ternyata banyak yang terjadi hal yang pada masa Nabi saw tidak terjadi, salah satunya yaitu pembukuan Al-Qur’an. Sehubungan dengan hal ini yang paling banyak berperan adalah para sahabat yang menulis ayat-ayat Al-Qur’an tanpa sepengetahuan Rasulullah.  
Ayat-ayat tersebut mereka tulis dalam pelepah kurma, batu, kulit binatang dan tulang-tulang binatang. Sebagian sahabat ada yang menuliskan ayat-ayat tersebut secara pribadi, namun karena keterbatasan alat tulis dan kemampuan maka tidak banyak yang melakukannya di samping kemungkinan besar tidak mencakup seluruh ayat Al-Qur’an.[13]
Dalam peperangan Yamamah, terdapat puluhan penghafal Al-Qur’an yang gugur. Hal ini menjadikan ‘Umar ibn Al-Khattab menjadi risau tentang masa depan “Al-Qur’an”. Karena itu, beliau mengusulkan kepada khalifa Abu Bakar agar mengumpulkan tulisan-tulisan yang perna ditulis pada masa Rasul. Walaupun pada mulaunya abu bakar ragu menerima usul tersebut – dengan alasan bahwa pengumpulan seperti itu tidak pernah dilakukan oleh Rasul.- namun pada akhirnya ‘Umar r.a dapat menyakinkannya. Dan keduanya sepakat membentuk suatu tim yang diketuai oleh Zaid ibn Tsabit dalam rangka melaksanakan tugas suci itu.[14]
Dengan dibantu oleh beberapa orang sahabat Nabi, Zaid pun memulai tugasnya. Abu baker pun memerintahkan kepada seluruh kaum muslim untuk membawa naska tulisan ayat Al-Qur’an yang mereka miliki ke Masjid Nabawi untuk kemudian diteliti oleh Zaid dan Timnya. Dalam hal ini Abu Bakar memberi petunjuk agar tim tersebut tidak menerima satu naska kecuali kecuali yang memnuhi syarat:
Pertama, harus sesuai dengan hafalan sahabat yang lain
Kedua, tulisan tersebut adalah yang benar-benar yang ditulis atas perintah dan yang ditulis dihadapan Rasulullah.[15]
Membuktikan syarat yang nomer dua tersebut, diharuskan adanya dua orang saksi mata. Sejarah mencatat bahwa Zaid ketika itu menemukan kesulitan karena beliau dan sekian banyak sahabat menghafal ayat laqad ja’akum Rasul min anfusikum ‘aziz ‘alayh ma ‘anittun harish ‘alaykum bi al-mukmina Ra’uf al-Rahim (Q.S. 9:128). Tetapi, naskah yang ditulis dihadapan Nabi saw, tidak ditemukan. Syukurlah pada akhirnya naska tersebut ditemukan juga ditangan seorang sahabat yang bernama Abi Khuzaimah Al-Anshari.[16]  
Zaid menulis apa yang telah dia kumpulkan diatas lembaran (shuhuf) yang sama ukurannya lalu diserahkannya kepada Abu Bakar. Ketika yang disebut akhir ini meninggal, diserahkan kepada ‘Umar, dan setelah ‘Umar meninggal diserahkan kepada putrinya hafsah.[17]
Penyempurnaan Al-Qur’an terjadi pada waktu khalifah ‘Utsman sehingga disebut dengan Qur’an ‘Usmani. Selama ekspedisi melawan Armenia dan Azerbaijan, demikian dikatakan, timbul berbagai perselisihan diantara pasukan mengenai bacaan Al-Qur’an, pasukan ini sebagian diambil dari suriah dan sebagian lagi dari irak. Perselisihan ini cukup serius sehingga Jendral Huzaifah harus membawa masalahnya kepada Khalifah ‘Usman(644-656), dan mendesaknya untuk mengambil langkah guna menghentikan perselisihan itu. Khalifah berunding dengan sahabat-sahabat  senior Nabi dan akhirnya menugaskan Zaid ibn sabit untuk mengumpulkan Qur’an. Zaid dibantu oleh tiga anggota keluarga ningrat Mekah, ‘Abdullah ibn az-Zubair, Said ibn al-‘Ash dan ‘Abdurrahman ibn al-Haris. Seluruh shuhuf diperiksa dengan cermat direvisi dan dibandingkan dengan suhuf yang sudah lama disimpan oleh Hafsah dan dikembalikan kepadanya setelah pekerjaan selesai. Jadi dengan demikian teks Al-Qur’an yang sah telah ditetapkan. Sejumlah salinan dibuat dan dibagikan kepusat-pusat islam utama. Mengenai jumlah yang pasti dari naska standar ini dan tempat yang dikirimi laporannya berbeda-beda, tetapi barangkali satu salinan ditahan di Madinah,dan satu masing-masing dikirimkan ke kota-kota Kufah, Basrah dan Damaskus dan mungkin juga ke Makah. Salinan yang sebelunya katanya telah dirumuskan, sehingga semua teks salinan Al-Qur’an berikutnya seharusnya didasarkan atas naskah standar itu.[18]
D.     Menunjukkan prilaku orang yang menyakini ajaran Al-qur’an
            Salah satu rukun islam adalah meyakini bahwa. Al-Qur’an adalah kitab Allah yang terakhir yang diturunkan kepada nabi Muhammad, Al-Qur’an merupakan kitab Allah yang terakhir yang sangat sempurnah, ketika kita memandang dari segi keilmuan apapun Al-Qur’an mempunyai nilai lebih dari kitab Allah yang sebelumnya.
Artinya: “ Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.”(Q.S. Al Maidah (5)
Prilaku seorang muslim tentunya akan sangat mulia ketika didasari oleh aturan Al-Qur’an. Prilaku yang mendasar pada seorang yang menyakini Al-Qur’an adalah keimanannya akan beratambah ketika dibacakan ayat-ayat Al-Qur’an, hal ini telah difirmankan Allah dalam surah Al-Anfal ayat 2
Artinya
…… dan Ketika dibacakan kepada kalian ayat-ayat-Nya maka bertambahlah keimanannya……..(Q.S Al-Anfal 2)




[1] Djalal Abdul, Ulumul Qur’an, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2009), 4
[2] Ibid, 5
[3] Ibid, 5-6
[4] Ibid, 6
[5] Ibid, 6
[6] Ibid, 8
[7] Ibid, 8-9
[8] Fauziyah Lilis, Andi Setyawan, kebenaran AL-QUR’AN dan HADIS 1(Berdasarkan Standar Isi Madrasah Aliyah Tahun 2007) untuk Kelas X Madrasah Aliyah, (Solo : PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2008),8
[9]   Ibid, 9
[10]  Ibid,9
[11] Ibid, 9-10
[12] Ibid10-11
[13] ‘Abdul Azhim Al-Zarqaniy, Manahl Al-Irfan fi ‘Ulum Al-Qur’an, Al-Halabiy, Kairo, 1980, jilid , h.250
[14]  M. Quraish Shihab, MEMBUMIKAN AL-QUR’AN, (Bandung: Mizan,1996),24
[15] Ibid, 25.
[16] Ibid, 25.
[17] Bell Richard, PENGANTAR QURAN, (Jakarta:INIS(indonesia-netherlands cooperation in Islamic Studies,1998), 35
[18] Ibid, 36-37