Pembahasan
Pendidikan islam di indonesia tidak akan bisa lepas dari segi historisnya. Dimana
awalnya agama islam datang dengan begitu lembutnya, sehingga akan sangat
dramatis jika historis ini kita pahami dengan renungan-renungan.
Perdagangan
merupakan salah satu interaksi yang tanpa sengaja memasukkan agama islam di
indonesia, dimana saudagar muslim selalu mengedepankan segi humani religius dari pada segi bisnis,
sehingga mereka mampu membuat warga pribumi tergerak sanubarinya untuk mengetahui
apa yang membuat para saudagar muslim mampu mensinergikan antara perkara
duniawi ukhrawi tanpa mengabaikan orang lain disekitar.
Seiring
berjalannya waktu ternyata islam semakin diterima oleh penduduk pribumi dan
saudagar muslim pun menimpalinya dengan mengadakan kajian-kajian yang mempunyai
nilai keislaman dan lagi-lagi tanpa meninggalkan budaya yang sudah mereka
jalankan sejak dahulu.
Kemudian
datanglah para ulama’-ulama yang langsung didatangkan dari negara yang keilmuan
islamnya lebih matang, mereka yang lebih dikenal dengan sebutan wali,banyak
yang menyebutkan mereka dari india, irak ataupun mesir. Kemudian dimulainya
pembangunan rumah-rumah ibadah dengan maksud selain digunakan sebagai tempat
ibadah, juga sebagai tempat pendidikan.
Setelah
penduduk berbondong-bondong memeluk islam dan mempelajarinya ternyata tempat
ibadah dirasa tidak bisa lagi cukup untuk menampung para penduduk yang ingin
menetap. Jadilah gubuk-gubuk yang sekarang di sebut dengan pondok pesantren
yang tentunya dalam perkembangannya kedudukan pondok pesantren sama dengan
pendidikan agama islam formal yang ada sekarang. Pondok pesantren juga
mempunyai sistem pendidikan sendiri, struktur organisasi dan tentunya peran stakeholder.
Hanya saja menurut saya antara keduanya berbeda waktu dan segi muatan lokal
yang tidak sepenuhnya keislaman.
Penjajahan
dimulai dan sejak itupula peran agama islam mulai terusik,bukan berarti awal
dimulainya masuknya islam tidak mendapat tantangan dan problem, hanya saja
tantangan promlem tersebut tidak separah pada waktu penjajahan, terutama pada
waktu penjajahan negara eropa. Karena pertama, agama hindu-budha adalah agama
yang datang terlebih dahulu, bukan sebagai penjajah. Kedua, agama islam dan
hindu-budha yang mempunyai hubungan yang dekat. Terutama pada waktu raja
majapahit kertawijaya, raja ketujuh majapahit menikahi putri dari negara chempa
(putri damarwati) yang notebennya berasal dari negara dimana agama islam sudah
lebih dahulu berkembang. Jadi, pada waktu itu (sekitar abad 13M) islam sudah
menjadi hal yang tidak asing lagi di indonesia, khususnya di daerah kekuasaan
majapahit.
Mereka
(penjajah) mulai mempengaruhi raja-raja untuk berupaya mendapatkan kedudukan
dipemerintahan kerajaan, mereka memanfaatkan kondisi kerajaan-kerajaan di
indonesia yang pada waktu itu sudah menjadi sekte-sekte kecil yang ingin
menginfansi kerajaan-kerajaan kecil lainnya. Mereka menawarkan alat perang
sampai strategi menjatuhkan lawan mereka. Akhirnya mereka pun mendapatkan
tempat-tempat strategis di dalam kerajaan, namun ternyata mereka juga memakai
strategi perang saudara sebagai alat yang efektif untuk menjajah indonesia.
Pada masa VOC, yang merupakan sebuah kongsi
(perusahaan) dagang, kondisi pendidikan di Indonesia dapat dikatakan tidak
lepas dari maksud dan kepentingan komersial. Berbeda dengan kondisi di negeri
Belanda sendiri dimana lembaga pendidikan dikelola secara bebas oleh
organisasi-organisasi keagamaan, maka selama abad ke-17 hingga 18 M, bidang
pendidikan di Indonesia harus berada dalam pengawasan dan kontrol ketat VOC.
Jadi, sekalipun penyelenggaraan pendidikan tetap dilakukan oleh kalangan agama
(gereja), tetapi mereka adalah berstatus sebagai pegawai VOC yang memperoleh
tanda kepangkatan dan gaji. Dari sini dapat dipahami, bahwa pendidikan yang ada
ketika itu bercorak keagamaan (Kristen Protestan). Secara umum sistem
pendidikan pada masa VOC dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Pendidikan Dasar
2. Sekolah Latin
3. Seminarium Theologicum (Sekolah Seminari)
4. Academie der Marine (Akademi Pelayanan)
5. Sekolah Cina
6. Pendidikan Islam[1]
Pendidikan untuk komunitas muslim relatif telah mapan
melalui lembaga-lembaga yang secara tradisional telah berkembang dan mengakar
sejak proses awal masuknya Islam ke Indonesia. VOC tidak ikut campur mengurusi
atau mengaturnya.
Pada akhir abad ke-18, setelah VOC mengalami
kebangkrutan, kekuasaan Hindia Belanda akhirnya diserahkan kepada pemerintah
kerajaan Belanda langsung. Pada masa ini, pendidikan mulai memperoleh perhatian
relatif maju dari sebelumnya. Beberapa prinsip yang oleh pemerintah Belanda
diambil sebagai dasar kebijakannya di bidang pendidikan antara lain: (1) Menjaga
jarak atau tidak memihak salah satu agama tertentu; (2) Memperhatikan keselaraasan
dengan lingkungan sehingga anak didik kelak mampu mandiri atau mencari
penghidupan guna mendukung kepentingan kolonial; (3) Sistem pendidikan diatur
menurut pembedaan lapisan sosial, khususnya yang ada di Jawa.; (4) Pendidikan
diukur dan diarahkan untuk melahirkan kelas elit masyarakat yang dapat
dimanfaatkan sebagai pendukung supremasi politik dan ekonomi pemerintah
kolonial.
Maka pada tahun 1901 muncullah apa yang disebut dengan
politik ETIS yakni politik balas budi bangsa Belanda kepada Indonesia. Pencetus
politik ini adalah Van Deventer, yang kemudian politik ini dikenal juga dengan
Trilogi Van Deventer. Secara umum isi dari politik ETIS ini ada tiga macam
yaitu, Education (pendidikan), Imigrasi (perpindahan penduduk) dan Irigasi
(pengairan). Yang akan dikupas adalah mengenai education atau pendidikan.[2]
Secara umum, sistem pendidikan di Indonesia pada masa
penjajahan Belanda sejak diterapkannya Politik Etis dapat digambarkan sebagai
berikut: (1) Pendidikan dasar meliputi jenis sekolah dengan pengantar Bahasa
Belanda (ELS, HCS, HIS), sekolah dengan pengantar bahasa daerah (IS, VS, VgS),
dan sekolah peralihan. (2) Pendidikan lanjutan yang meliputi pendidikan umum
(MULO, HBS, AMS) dan pendidikan kejuruan. (3) Pendidikan tinggi.[3]
Dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan islam pada
zaman kolonial belanda tidak mendapat rintangan.hal ini ditandai dengan
bermunculanya lembaga-lembaga pendidikan yang semuanya berjalan dengan lancar
walaupun terlihat abiturienya tidak bisa diterima oleh mereka dan yakin kalau
kesadaran dari pihak islam telah timbul untuk tidak bekerja pada belanda yang
telah menjadi perintang kemajuan bangsa. Kenyataan seperti ini sayang msih
berlaku sampai sekarang sehingga orang-orang islam kurang berperan dalam
pemerintahan. Hal ini tentu penyebabnya adalah melemahnya kekuatan politik
islam walaupun islam di indonesia mencapai jumlah yang sangat banyak.[4]