Sejarah Resolusi Jihad NU

Sejak jepang kalah telak dipukul mundur oleh negara-negara jajahannya, maka pada waktu yang tidak begitu lama pada tanggal 15 September 1945 datanglah tentara inggris dan sekutu yang tergabung pada allied forces netherlands east indies (AFNEI). Persekutuan tentara sekutu bertugas untuk melucuti tentara jepang, serta memulangkan tentara jepang ke negeri asalnya.
Namun seperti pepatah mengatakan "berenang sambil minum air" ternyata tentara inggris juga membawa misi untuk mengembalikan indonesia kepada administrasi pemerintahanbelanda sebagai negara jajahan hindia belanda, sehingga Nica (netherland indies civil administrasi) ikut andil dalam lawatan ke indonesia dengan tujuan mengembalikan indonesia sebagai negara jajahannya kembali.
Misi ini akhirnya tercium oleh pemerintah dan rakyat indonesia yang waktu itu baru satu bulan merasakan kemerdekaan, kemudian terjadilah insiden-insiden kecil antara laskar-laskar dan tentara rakyat dengan tentara inggris. Adapun langkah yang diambil oleh pemerintah indonesia setelah melihat hal ini adalah berusaha melakukan upaya diplomatik untuk menghentikan upaya pengambilalihan kembali indonesia kepada belanda. Sampai pada akhirnya tentara sekutu tidak mengakui kemerdekaan indonesia dan menganggap indonesia masih tetap sebagai bekas jajahan Hindia belanda.
Sebagai negara yang baru merdeka tentunya hal ini menyulitkan presiden soekarno dalam mengambil keputusan antara melawan dan menyerah, karena perbandingan kekuatan militer yang sangat jauh dengan indonesia. Di tengah kebingungannya atas saran dari jendral soedirman akhirnya mengirim utusan khusus secara diam-diam kepada KH. Hasyim As'ari di pon pes tebu ireng jombang. tujuannya agar KH. Hasyim A'sari mengkaji hukum berperang Membela Negara. karena yang di ketahui presiden soekarno adalah mengenai berjuang membela agama,bukan membela negara. sehingga dianggap perlu bagai
KH. Hasyim kemudian mengundang KH. Wahab Hasbullah pimpinan pon pes Tambak beras jombang untuk diminta mengumpulkan ketua NU sejawa dan madura untuk membahas masalah ini, KH. Hasyim A'sari juga mengirimkan utusan kepada kyai-kyai utama (khos) untuk melaksanakan istikhoroh terkait hukumnya melawan penjajah untuk membela negara indonesia. salah satunya adalah KH. Abbas Buntet dari pon pes buntet cirebon jawa barat.

bersambung........
 

Fungsi Utama Guru

Pada dasarnya seorang guru hanyalah sebuah media, dalam artian bahwa tugas guru adalah untuk memudahkan, menyederhanakan apa-apa yang seharusnya menjadi pelajaran bagi murid, sehingga para murid lebih mudah dalam menyederhanakan pengetahuan. tidak salah ketika kita mendefinisikan bahwa belajar tidak harus disekolah, karena memang proses perantara masuknya pengetahuan tidak serta merta hanya dilakukan oleh guru disekolah hanya saja ketika hal ini terjadi maka dibutuhkan renungan atau pemikiran yang lebih lama, oleh sebab fungsi guru sebagai orang yang memudahkan dan menyederhanakan tidak ada.
 
Nah, masalahnya pada prosesnya (pembelajaran) seorang guru lebih sering menjadikan dirinya bukan sebagai media, namun lebih sebagai penentu. dengan artian bahwa ketika seorang murid bisa ia bentuk dan ia jadikan apa saja, sehingga ketika tujuan tersebut maka yang terjadi adalah sebuah keniscayaan yang keluar sebagai jalan justifikasi mutlak yang akhirnya muncul stigma negatif.
 
Coba kita pahami iktibar pada sejarah-sejarah para nabi, contoh kecilnya kisah nabi nuh. disana diceritakab bahwa kan'an anak nabi nuh bukan termasuk orang yang beriman, walaupun nabi nuh disini selaku orangtua mempunyai tugas yang sama sebagai guru yakni memberikan kemudahan dan menyederhanakan Ilmu Allah kepada manusia, namun kan'an tidak seperti yang diharapkan oleh nabi nuh. hal ini mengisyaratkan bahwa guru tidak bisa mencetak namun hanya sebagai perantara , sehingga salah besar ketika seorang guru mampu membentuk, salah besar ketika guru memberikan justifikasi dengan stigma negatif.

Kedepannya tentunya diperlukan pemahaman terhadap fungsi guru pada proses belajar mengajar, sehingga diharapkan tidak terjadi lagi justifikasi negatif yang pada dasarnya mempunyai komposisi jelek pada perkembangan murid selanjutnya. (refleksi dari pemikiran KH. Muslihuddin Abbas, pengasuh Pon-Pes Fatchul 'Ulum mengenai fungsi guru).